Al Husna, Pesantren Impian
Al Husna, Pesantren Impianku
Aku melihat malam ini mendung sedang menyapa sebuah daerah
di ujung timur Jawa. Suasana yang tentram dan damai malam hari kota ini
mengingatkanku pada tanah kelahiran yang sudah beberapa bulan ini kutinggal
pergi demi mencari sebuah ilmu. Universitas Jember atau disingkat UNEJ adalah
tempatku menuntut ilmu setelah 12 tahun sudah aku menuntut ilmu di tanah handai
tolanku, kota tahu Kediri. Suasana dan hawa Jember tak jauh beda dengan Kediri,
bahkan bisa disebut sama persis.
Aku melihat beberapa hari ini Gusti Mulia raya memberikan
hidayahnya padaku, ya sejak hasil study semester 1 keluar rasanya aku seperti
membuang setengah tahun hidupku dengan sia-sia disini. Aku tidak tahu mengapa
ini bisa terjadi, ini pertama kalinya aku merasakan seperti menjadi manusia
terbawah dalam rantai makanan. Namun lingkungan dan suasana membawaku pada
hikmah, mungkin ini cara terbaik Allah kembali mendekatkanku pada-Nya setelah
beberapa bulan terlena dengan keberhasilanku lolos PTN.
Pada bulan yang malam ini tertutup awan putih, dan suasana
sejuk yang menyapa pori, akhirnya jemari mulai membawaku mengetik satu persatu
huruf menjadi sebuah kata hingga menjadi kalimat. Kekagumanku pada sosok Bapak Hamam dan Ibu Isniatul Ulya, beliau adalah
bapak ibu pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswi Al Husna sekaligus menjabat
sebagai orang tua dan guru di mata para santri disini. Ya, saat aku masuk ke
perguruan tinggi bahkan sebelum pengumuman lolos aku sudah mempunya planning
untuk kuliah sambil nyantri, walau kata bapak kami disebut “setengah santri”.
Tapi bagiku ini adalah jawaban atas doaku 5 tahun lalu yang ingin bersekolah
umum sambil nyantri, agar tetap seimbang antara dunia dan akhirat. Ditempat ini
aku menemukan sahabat yang tak ternilai harganya, sejak dulu Allah selalu
mempertemukan dengan teman dan sosok luar biasa walaupun aku masih
sangaaaaattttttt jauh dari mereka. Subhanallah, diperantauan dan tempat yang
sesuai benarlah manusia akan dipertemukan dengan hidayah-hidayah yang manusia
sendiri pun tidak dapat menyangkanya. Bapak adalah Kyai dan seorang Magister
Hukum, keilmuan beliau membuat para santri bahkan Bu nyai sendiri mengagumi.
Bapak selalu mempunyai cara agar kami selalu mendengarkan perintah beliau, ciri
khas nya adalah dengan memarahi lalu kemudian membuat lelucon. Ya kami
dibiasakan dengan panggilan “Bapak Ibu”, sehingga para santri merasa bahwa
beliau adalah orang tua sendiri. Ibu juga sosok Bu nyai yang perhatian walau
kadang agak sedikit cerewet. Dulu aku berfikir saat aku sudah duduk dibangku
kuliah aku akan have fun seperti di FTV. Namun semua ternyata berubah 280
derajat.
Lalu, aku menemukan teman yang mulai dari dia seorang
mahasiswi kedokteran sekaligus hafidzoh, lalu sahabat yang dia tak pernah
sekalipun meninggalkan tahajud dan dhuha, lalu teman-teman yang perjuanganya
luar biasa. Sungguh, jika aku memikirkanya aku seperti semut kecil yang berdiri
di tengah-tengah Gajah Sumatra. Kini aku lebih nyaman dikota ini, jauh dari
rumah yang kadang was-was akan datangnya lelaki pada orang tua yang tidak bisa
diam melihat perawan nganggur. Walau kadang rindu jauh dari Bapak ibu dirumah
dan kota handai tolan. Sepertinya disini adalah tempat paling nyaman, tempat
pendidikan. Walaupun bukan pesantren
Modern Gontor yang aku impikan sejak dulu, namun disini bintang seperti
berjalan di garis edarnya. Aku seperti sebuah sesuatu yang tidak bisa melupakan
tempat ini. Kadang sempat berfikir ingin menjadi anak kost agar bisa menikmati
masa muda, karena sejak kecil aku selalu dibatasi bahkan “sangat” untuk bisa
bersenang-senang seperti teman mayoritas. Tapi berkat bapak kedua yang tiap
pagi tidak lupa memberi pengarahan tentang
jodoh yang baik, tasawuf dan
filosofi hidup, semua sangat nikmat jika
disyukuri. “sesungguhnya tidak ada surga nunut neraka katut dalam hidup ini,
semua manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatanya” itulah kata-kata bapak
yang disampaikan ba’da magrib saat ngaji tadi. Aku menyadari bahkan “sangat”
jika aku jauh dari kata The Perfect Muslimah seperti yang ditulis Ahmad Rifa’i
Rifan. Dan sangat salah besar jika aku meng-klaim diriku wanita seperti itu,
karena kenyataanya masih banyak teman-teman ku yang jauh diatas langit. Dan itu
juga salah satu hal yang membuat aku betah ditempat ini, Pondok Pesantren
Mahasiswi Al Husna. “Biarlah masa muda sibuk dengan pencarian ilmu walau hidup
di Pesantren ini seperti penjara, suatu saat ada saatnya kamu akan
bersenang-senang dengan orang yang kamu cintai dengan status HALAL, insyaAllah
itu akan lebih Indah” Kata temanku. “Karena janji Allah sudah tertulis di surat
An-Nur:32 . Berusahalah menjadi lebih baik, maka jodohmu demikian pula,
insyaAllah” Lanjutnya. Trimakasih telah memberiku pendidikan tinggi sekaligus
Pesantren ini ya Allah J By: Risa Charisatin (21:53)
Mba risa boleh minta no wanya?saya pgn nanya2 tenteng ponpes alhusna
BalasHapus